Showing posts with label History. Show all posts
Showing posts with label History. Show all posts

12 March 2015

Kisah Fenomenal Perang Mu'tah

Perang Mu'tah


Kali ini saya akan memposting masih sama seperti sebelumnya yaitu tentang peperangan Islam. Tapi Kali ini yang akan saya bahas perang yang sangat fenomenal antara Islam dengan Romawi. Jika sudah ada ciri ciri seperti itu saya yakin anda sudah tau apa yang akan saya post.. Yaitu Kisah Perang Mu'tah, perang ini adalah pembuka atau batu loncatan penaklukkan negeri negeri nasrani. Perang ini terjadi pada jumadil ula 8 hijriah, yang bertepatan antara dengan bulan agustus atau september 629 masehi.
Mu'tah adalah suatu negeri dekat balqo', syam. Jarak antara mu'tah dan baitul maqdis adalah 2 hari perjalanan.

Latar belakang perang mu'tah
Rasululloh SAW pernah mengutus al harits bin umair untuk mengantarkan surat kepada pemimpin bushro. Namun di tengah perjalanan al harits dihadang oleh syurohbil bin amr ali ghossaniy, dia adalah pemimpin balqo' yang termasuk wilayah syam dan di bawah kekuasaan kaisar, al harits dibunuh nya dengan memenggal lehernya. padahal membunuh duta dan utusan itu merupakan kejahatan yang amat keji.
dengan karena itu rasululloh SAW pun murka setelah di beri tahu tentang kabar ini, kemudian bliau menghimpun pasukan yang jumlahnya sampai 3000 pasukan

Para panglima & Pesan Rasululloh SAW
sebelum para pasukan muslimin berangkat, Rasululloh SAW menunjuk zaid bin haritsah sebagai pemimpin pasukan, kemudian Bliau bersabda :"Apabila zaid gugur penggantinya adalah ja'far. Dan apabila ja'far gugur penggantinya adalah abdulloh bin rawahah". Bliau kemudian menyerah kan bendera perang putih kepada zaid bin haritsah.
Bliau juga memberi pesan kepada para prajurit itu yang sabda nya : "berperang
lah dengan menyebut nama ALLOH, perangilah orang orang yang kufur kepada ALLOH. janganlah mengingkari janji, janganlah membunuh anak-anak, janganlah membunuhnwanita-wanita, janganlah membunuh orang tua yang renta, jangan menggangu orang yang sedang beribadah, jangan menebang pepohonan dan janganlah kalian merobohkan bangunan-bangunan".
Pasukan muslimin berangakat
Kemudian mereka berangkat menuju ke arah utara lalu berhenti di ma'an. Ma'an ini sudah masuk wilayah syam dan berbatasan dengan hijaz utara. Pada saat itu mereka mendapat informasi bahwa musuh bermarkas di maab di wilayah balqo' dengan kekuatan 100.000 prajurit romawi ditambah dengan pasukan lakhem,judzam,balqoin,bahro',dan baliy sebanyak 100.000 prajurit, sehingga pasukan musuh berjumlah 200.000 prajurit.


Musyawarah di ma'an
Pasukan muslimin tidak pernah membayangkan mereka akan berhadapan dengan pasukan yang sangat besar. Pasukan muslimin dikejutkan oleh pasukan yang sangat besar ini , di sisi lain mereka juga berada di daerah yang jauh dengan madinah. Apakah pasukan muslimin harus menyerang kekuatan musuh yang berjumah lebih banyak yang bagaikan samudera itu ? pasukan muslimin benar benar bingung. Dua malam mereka berada di ma'an memikirkan masalah ini. Mereka terus menimbang nimbang dan memusyawarah kna hal itu. kemudian mereka memutuskan untuk mengirim surat kepada Rasululloh SAW untuk mengirimkan bala bantuan.
Tapi abdulloh bin rawahah menentang pendapat ini, ia memberikan semangat kepada pasukan muslimin. Dia berkata: "wahai pasukan muslimin, demi alloh, perkara yang tidak kalian sukai sebenarnya justru merupakan sesuatu yang kalian cari, yaitu mati SYAHID. Kita tidak memerangi mereka karen jumlah, kekuatan dan banyak nya personil. Kita tidak memerangi merangi melainkan karena agama ini, yanga dengannya ALLOH telah memuliakan kita. Maka berangkatlah, karena disana hanya ada salah satu dari dua kebaikan, entah kemenangan atau mati syahid". 

                                                                                                        
   Awal pertempuran dan pergatian panglima perang
setelah mendengar perkataan dari abdulloh bin rawahah, pasukan yang berkekuatan 3000 ini berangkat menuju mu'tah, dan di mu'tah inilah mereka berperang melawan musuh yang berkekuatan 200.000 ini. Suatu pertempuran yang membuat dunia heran dan kebingungan, tapi apabila angin iman sudah berhembus, maka munculah hal-hal yang menakjubkan.
Dan akhirnya pertempuran sengitpun terjadi. Dalam pertempuran itu panglima pasukan kaum muslimin, yaitu zaid gugur, kemudian di gantikan oleh ja'far, yang kemudian juga gugur akibat kedua tangannya tersabit oleh pedang musuh, kemudian di gantikan oleh abdulloh bin rawahah, yang kemudian gugur juga. Kemudian panglima pasukan muslimin dipegang oleh Khalid bin walid, dia mengambil bendera dan bertempur dengan gagah berani, karena serunya dia berperang, hingga ada 9 pedang yang patah di tangannya. Dialah salah satu pedang ALLOH sebagaimana yang di katakan Rasululloh SAW : "Khalid bin walid si pedang ALLOH".

Strategi jitu kholid bin walid
Rasanya aneh jika pasukan yang kecil ini selamat dan tegar bertahan menghadapi pasukan romawi yang bagaikan samudera. Pada saat seperti itu Kholid bin walid menunjukan kemahiran dan kecerdasannya dalam melepaskan pasukan muslimin dari akibat yang lebih parah bagi diri mereka.
pada keesokan hari nya, kholid bin walid merubah komposisi pasukan dan mempersiapkan dengan strategi baru. Yang tadinya berada di bagian belakang dipindah kebagian depan, yang tadinya berada di sayap kiri dialihkan ke sayap kanan, begitu pula sebaliknya.
saat musuh melihat pasukan muslimin, mereka berkata: rupanya mereka mendapat bala bantuan. dengan itu rasa gentar mulai merayapi hati pasukan musuh.
setelah kedua pasukan saling bertempur dan saling memata-matai, pasukan muslimin mundur secara perlahan, sambil tetap menjaga komposisi pasukan, sedangkan pasukan romawi tidak mengejar, karena mereka mengira bahwa pasukan muslimin menerapkan suatu jebakan dan sengaja menarik mereka ke tengah padang pasir lalu melancarkan serangan balik di sana.

Akhir peperangan
akhirnya pasukan romawi pulang ke negerinya. Mereka sama sekali tidak berpikir untuk melakukan pengejaran terhadap pasukan muslimin. Dengan begitu pasukan muslimin selamat hingga kembali ke madinah.
jumlah korban dalam peperangan ini dari pihak muslimin adalah 12 orang, sedangkan korban pihak musuh di perkirakan sangat banyak, hingga tak terhitung.

Dampak peperangan

Sekalipun pasukan muslimin tidak bisa melancarkan serangan balasan, namun pengaruh peperangan ini besar dalam mengangkat nama pasukan muslimin. Semua orang arab merasa kagum dan keheranan karenanya. Pasukan romawi adalah pasukan paling besar dan paling kuat di muka bumi zaman itu. Sebelumnya orang orang arab mengira bahwa kenekadan pasukan muslimin ini sama dengan mencari mati, pasukan yang berjumlah 3000 harus berhadapan dengan pasukan yang berjumlah 200.000 prajurit, lalu pasukan yang kecil ini pulang tanpa kerugian yang berarti, sungguh keajaiban dunia.


Sekian lah Yang dapat saya Sampai kan pada Posting ini.. Semoga Posting saya ini dapat bermanfaat bagi anda Reader ;)
Read More

Kisah Peperangan Konstantinopel

Perperangan Konstantinopel

Image result for Kisah peperangan Konstantinopel

Kali ini saya akan memposting tentang Peperangan tetapi peperangan ini dialami oleh Islam dan memperoleh kemenangan setelah Berkali kali mencoba.. Mungkin anda sudah pada tahu apa yang di perebutkan. itu adalah Daerah Konstantinopel. Konstantinopel merupakan salah satu kota terpenting di dunia, kota yang sekaligus benteng ini dibangun pada tahun 330 M oleh Kaisar Byzantium yaitu Constantine I. Konstaninopel memiliki posisi yang sangat penting di mata dunia. Sejak didirikannya, pemerintahan Byzantium telah menjadikannya sebagai ibukota pemerintahannya. Konstantinopel merupakan salah satu kota terbesar dan benteng terkuat di dunia saat itu, dikelilingi lautan dari tiga sisi sekaligus, yaitu selat Bosphorus, Laut Marmara dan Tanduk Emas (Golden Horn) yang dijaga dengan rantai yang sangat besar, hingga tidak memungkinkan untuk masuknya kapal musuh ke dalamnya. Di samping itu, dari daratan juga dijaga dengan pagar-pagar sangat kokoh yang terbentang dari laut Marmara sampai Tanduk Emas. Memiliki satu menara dengan ketinggian 60 kaki, benteng-benteng tinggi yang pagar bagian luarnya saja memiliki ketinggian 25 kaki, selain tower-tower pemantau yang terpencar dan dipenuhi tentara pengawas. Dari segi kekuatan militer, kota ini dianggap sebagai kota yang paling aman dan terlindungi, karena di dalamnya ada pagar-pagar pengaman, benteng-benteng yang kuat dan perlindungan secara alami. dengan demikian, maka sangat sulit untuk bisa diserang apalagi ditaklukkan.

Kedudukan Konstantinopel yang strategis diillustrasikan oleh Napoleon Bonaparte; ".....kalaulah dunia ini sebuah negara, maka Konstantinopel inilah yang paling layak menjadi ibukota negaranya!".

Banyak serangan yang dilancarkan para Khalifah Islam dalam rangka penaklukan konstantinopel dalam rentang waktu 800 tahun lamanya. Namun semuanya mengalami kegagalan sampai penyerangan terakhir yang dilakukan oleh Sultan Muhammad II yang bergelar Muhammad Al-Fatih.

Usaha pertama untuk mengepung Konstantinopel dilakukan pada tahun 34 H / 654 M pada masa pemerintahan Usman bin Affan r.a. Dia mengirimkan Muawiyah bin Abu Sofyan r.a. dengan pasukan yang besar untuk mengepung dan menaklukkannya. Tetapi mereka pulang dengan tangan hampa disebabkan oleh kokohnya pertahanan Konstantinopel.

Pada masa Bani Umayah tercatat 2 serangan penting yang dilancarkan :

Pertama yang dilakukan pada masa Muawiyah bin Abu Sofyan r.a. Dalam usaha penaklukan itu Abu Ayub Al-Anshari syahid, sebelum wafat Abu Ayyub sempat berwasiat jika wafat ia meminta dimakamkan di titik terjauh yang bisa dicapai oleh kaum muslim. Dan para sahabatnya berhasil menyelinap dan memakamkan beliau persis di sisi tembok benteng Konstantinopel di wilayah Golden Horn.

Kedua adalah yang dilakukan pada masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik tahun 98 H . Pada saat itu dia mengirimkan pasukan tentara sejumlah 20.000 orang dan sekitar seratus perahu untuk mengepung dan menaklukkan Konstantinopel. Pengepungan Konstantinopel berlangsung berbulan-bulan dengan pasukan yang dalam kondisi kritis karena keinginan kuat sang Khalifah dalam menaklukkan Konstantinopel. Tetapi usaha itu belum juga berhasil akibat suhu udara yang sangat dingin. Pasukan itu kemudian ditarik mundur oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz setelah dirinya menggantikan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik yang mangkat pada saat tentara masih berada di medan pertempuran.

Di masa kekhalifahan Abbasiyah berlangsung serangan yang demikian intensif ke Byzantium, namun demikian usaha ini belum sampai menyentuh Konstantinopel walaupun serangan itu telah menimbulkan gejolak di dalam negeri Byzantium, khususnya serangan yang dilakukan oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid pada tahun 190 H. Setelah itu upaya penaklukan Konstantinopel dilanjutkan oleh Kesultanan Islam Seljuk di Asia Kecil diantaranya adalah Sultan Alib Arsalan yang berhasil mengalahkan tentara Kaisar Rumanos dari Romawi dengan pasukannya yang berjumlah kurang lebih 200.000 personil hanya dengan tentara Islam sejumlah 15.000 personil dalam Perang Manzikart pada tahun 464 H/1070 M. Kemenangan Spektakuler ini merupakan titik perubahan penting dalam sejarah Islam. Sebab peristiwa ini telah melemahkan pengaruh Romawi di Asia Kecil yang tak lain adalah wilayah-wilayah strategis kekaisaran Byzantium.

Saat kekhalifahan Abbasiyah yang beribukota di Baghdad dihancurkan oleh serbuan pasukan Mongol, muncullah Utsman peletak dasar Kekhalifahan Utsmaniyah. Dengan kekuasaan yang baru lahir dia telah berhasil menembus Laut Marmara, dengan bala tentaranya dia berhasil membayangi dua kota utama Byzantium kala itu yakni Azniq dan Burshah. Setelah beliau wafat, Khalifah penggantinya Orkhan melanjutkan misi pendahulunya. Tahun 727 H/1327M Nicomedia sebuah kota yang berada di barat laut Asia kecil dekat kota Konstantinopel berhasil ditaklukkan.

Sultan Orkhan sangat peduli untuk merealisasikan apa yang pernah dikabarkan oleh Rasulullah SAW tentang akan ditaklukkannya Konstantinopel. Dia telah melakukan langkah-langkah strategis untuk melakukan pengepungan terhadap ibukota Byzantium dari sebelah barat dan timur pada saat yang bersamaan, agar bisa merealisasikannya, dia mengirim anaknya yang bernama Sulaiman untuk melintasi selat Dardanela dan memerintahkannya agar menguasai beberapa wilayah di sebelah barat. Tahun 758 H Sulaiman berhasil menyeberangi selat Dardanela pada malam hari bersama pasukan kavaleri. Ketika sampai di tepi barat, mereka berhasil mengambil alih beberapa kapal milik tentara Romawi yang sedang berada ditempat itu, kemudian mereka membawa kapal–kapal itu ke tepi timur, mengingat tentara Utsmaniyah belum memiliki armada laut sebab kekuasaan mereka baru saja berdiri. Di tepi timur inilah, Sulaiman memerintahkan pasukannya untuk menaiki kapal-kapal itu yang membawa mereka ke pantai Eropa. Mereka lalu mampu menaklukkan benteng Tarnab, dilanjutkan ke Ghalmabuli yang di dalamnya ada benteng Jana dan Apsala serta Rodestu, semuanya berada di selat Dardanela yang berada diutara dan selatan.

Dengan begitu Sultan Orkhan telah melakukan sebuah langkah penting dan membuka jalan bagi pemimpin yang datang setelahnya untuk menaklukkan Konstantinopel. Di Eropa, tentara Utsmaniyah melakukan penaklukan di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Byzantium. Pada tahun 762 H/1360 M, Sultan Murad I mengusai Adrianopel ( Edirne ), sebuah kota yang sangat strategis di Balkan dan dianggap sebagai kota kedua setelah Konstantinopel oleh Byzantium. Dia menjadikan kota ini sebagai ibukota pemerintahannya sejak tahun 768H1366M. Pada masa kepemimpinan Sultan Bayazid I terjadi pengepungan Konstantinopel dengan pasukan yang dipimpinnya sendiri hingga membuat Konstantinopel hampir menemui keruntuhannya. Namun karena munculnya sebuah bahaya baru yaitu ekspansi Timur Lenk dari Mongol yang mengancam pemerintahan Utsmaniyah akhirnya Sultan Bayazid menarik mundur pengepungan tersebut.

Pada masa pemerintahan Sultan Murad II beberapa kali usaha penaklukkan Kota Konstantinopel dilakukan. Bahkan di masanya pasukan Islam beberapa kali mengepung kota ini. Adalah Sultan Muhammad II putera Sultan Murad II yang melanjutkan penaklukkan Konstantinopel baik dari ayahnya maupun pendahulunya. Dalam rangka penaklukan ini beliau berusaha untuk memperkuat kekuatan militer Utsmaniyah dari segi kuantitas hingga mencapai 250.000 personil. Selain membekali pasukan dengan kemampuan tempur dia juga menanamkan semangat Jihad. Sultan selalu mengingatkan mereka akan pujian Rasulullah SAW pada pasukan yang mampu membuka Kota Konstantinopel. Beliau selalu berharap, tentara yang dimaksud Rasulullah adalah tentaranya. Hal ini memberikan dorongan moral serta ruhiyyah yang sangat kuat di benak pasukannya. Selain itu ia juga memperkuat infrastruktur angkatan bersenjata dan modernisasi peralatan tempur, dengan membangun benteng Romali Hisyar di wilayah selatan Eropa di selat Bosphorus pada sebuah titik yang paling strategis yang berhadapan dengan benteng yang pernah dibangun pendahulunya yaitu Sulthan Bayazid di daratan Asia, beliau juga menyiapkan meriam-meriam yang berukuran sangat besar dalam penaklukan kali ini.

Sebelum serangan dilancarkan, Sultan Muhammad II telah mengadakan perjanjian dengan kerajaan yang berbatasan langsung dengan Konstantinopel diantaranya ialah perjanjian yang dibuat dengan kerajaan Galata yang bersebelahan dengan Byzantium. Ini merupakan strategi yang penting supaya seluruh tenaga dapat difokuskan kepada musuh yang satu tanpa ada ancaman lain yang tidak terduga.

Selain itu, dalam mempersiapkan penaklukan kota Konstantinopel, Sultan Muhammad II juga memperkuat armada laut Utsmaniyah, mengingat Konstantinopel adalah sebuah kota laut, yang tidak mungkin bisa dikepung kecuali dengan menggunakan armada laut. Disebutkan bahwa kapal perang yang telah dipersiapkan berjumlah 400 unit. Meriam-meriam besar telah digerakkan dari Adrianopel menuju Konstantinopel dalam jangka waktu dua bulan.

Keseriusan Sultan Muhammad II telah mendorong Kaisar Byzantium berusaha mendapatkan pertolongan dari negara-negara Eropa. Dia memohon pertolongan dari gereja Katholik Roma sedangkan pada saat itu semua gereja di Konstantinopel beraliran Orthodoks. Demi mendapatkan bantuan tersebut Constantine XI Paleologus, Kaisar Byzantium pada saat itu setuju untuk menukar aliran di Konstantinopel demi menyatukan kedua aliran yang saling bermusuhan itu. Perwakilan dari Eropa telah tiba di konstantinopel untuk tujuan tersebut. Constantine XI Paleologus berpidato di Gereja Aya Sophia menyatakan ketundukan Byzantium kepada Katholik Roma. Hal ini telah menimbulkan kemarahan penduduk Konstantinopel yang beraliran Orthodoks. Sehingga ada di antara pemimpin Orthodoks berkata, "Sesungguhnya aku lebih rela melihat di bumi Byzantium ini sorban orang Turki Muslim daripada aku melihat topi Latin!" Situasi ini telah mencetuskan pemberontakan rakyat terhadap keputusan Constantine XI yang dianggap telah berkhianat.

Akhirnya pasukan yang dipimpin langsung Sultan Muhammad II sampai didekat Konstantinopel pada hari Kamis tanggal 26 Rabiul Awwal 857 H/6 April 1453 M. Bersama dengan Sultan adalah gurunya, Syaikh Aaq Syamsudin beserta tangan kanannya, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha. Mereka merencanakan penyerangan ke Konstantinopel dari berbagai penjuru kota dengan berbekal 150.000 ribu pasukan, meriam dan 400 kapal perang. Sultan Muhammad II mengirim surat kepada Constantine XI Paleologus untuk masuk Islam, menyerahkan penguasaan kota secara damai atau memilih perang. Constantine XI Paleologus bertahan untuk tetap mempertahankan kota. Ia dibantu oleh Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari Genoa.

Kota dengan benteng tinggi 10-an meter tersebut memang sulit ditembus, selain itu di sisi luar benteng dilindungi oleh parit-parit dalam. Dari sebelah barat pasukan artileri harus membobol benteng setebal dua lapis sedangkan dari arah selatan laut Marmara, armada laut Turki Utsmani harus berhadapan dengan kapal perang Genoa pimpinan Giustiniani dan di arah timur selat sempit tanduk emas sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa melewatinya.


Constantine XI Paleologus telah melakukan negosiasi dengan berbagai tawaran demi untuk menyelamatkan kedudukannya. Akan tetapi Sultan Muhammad II menolak semua tawaran itu, justru sebaliknya beliau memberi saran supaya Konstantinopel diserahkan kepada Daulah Utsmaniyah secara damai. Sultan Muhammad II berjanji, jika Konstantinopel diserahkan secara damai, tak ada seorang pun yang akan diapa-apakan bahkan tidak ada gereja dan harta benda penduduk yang dimusnahkan.

Bagian dari isi ucapan beliau adalah, "... serahkan kekaisaranmu, kota Konstantinopel. Aku bersumpah bahwa tentaraku tidak akan mengancam nyawa, harta dan kehormatan mereka. Mereka yang ingin terus tinggal dan hidup dengan aman sejahtera di Konstantinopel, bebas berbuat demikian. Dan siapa yang ingin meninggalkan kota ini dengan aman sejahtera juga dipersilakan".

Keesokan harinya, Sultan Muhammad II telah menyusun dan membagi tentaranya menjadi tiga bagian. Pertama adalah gugus utama yang bertugas mengepung benteng yang mengelilingi kota itu. Di belakang kumpulan utama itu adalah tentara cadangan yang bertugas menyokong tentera utama. Meriam telah diarahkan ke pintu Topkopi. Pasukan pengawal juga diletakkan di beberapa kawasan strategis seperti kawasan-kawasan bukit di sekitar Kota tersebut. Armada laut Utsmaniyah juga diletakkan di sekitar perairan yang mengelilinginya. Akan tetapi kapal-kapal itu tidak mampu memasuki perairan Tanduk Emas disebabkan rantai raksasa yang menghalanginya.

Sejak hari pertama serangan, Tentara Byzantium telah dengan keras berusaha menghalangi tentara Islam untuk merapat di pintu-pintu masuk kota mereka. Tetapi serangan tentera Islam telah berhasil mematahkan halangan itu, ditambah dengan serangan meriam dari berbagai sudut. Bunyi meriam saja telah menimbulkan rasa takut yang amat sangat kepada penduduk Konstantinopel sehingga menghilangkan semangat mereka untuk melawan.

Armada laut Utsmaniyah telah mencoba beberapa kali untuk melepas rantai besi di Tanduk Emas. Dan pada saat yang sama, mengarahkan serangan ke kapal-kapal Byzantium dan Eropa yang tiba untuk menyerang. Namun usaha ini tidak berhasil. Kegagalan armada Turki Utsmaniyah memberikan semangat kepada tentara Byzantium untuk terus bertempur. Pada saat yang sama para pendeta berjalan di lorong-lorong kota, mengingatkan penduduk supaya banyak bersabar serta terus berdoa kepada Tuhan supaya menyelamatkan Konstantinopel. Constantine XI Paleologus juga sering bolak-balik ke Gereja Aya Sophia untuk tujuan yang sama.

Meskipun begitu, kepungan armada laut Sultan Muhammad II masih belum berhasil menerobos masuk disebabkan oleh rantai besi yang melindungi Tanduk Emas. Pada saat yang sama, para Mujahidin tetap terus melancarkan serangan sehingga pada 18 April 1453 M, pasukan penyerang berhasil meruntuhkan tembok konstantinopel di Lembah Lycos yang terletak di sebelah barat kota namun dengan cepat tentara Byzantium berhasil menumpuk reruntuhan sehingga benteng kembali tertutup.

Pada hari yang sama, beberapa buah kapal perang Utsmaniyah mencoba melewati rantai besi di Tanduk Emas, tetapi gabungan armada laut Byzantium dan Eropa berhasil menghalanginya bahkan banyak kapal perang Utsmaniyah yang karam oleh serangan armada laut Eropa dan Byzantium.

Dua hari setelah serangan itu, terjadi sekali lagi perang laut antara kedua belah pihak. Sultan Muhammad II sendiri mengawasi pertempuran dari tepi pantai. Saat itu juga, Sultan menunggang kudanya hingga ke tepi laut sambil berteriak dengan sekuat tenaga untuk memberikan semangat. Kesungguhan Sultan Muhammad II berhasil menaikkan semangat tentaranya. Namun, gabungan armada Eropa dan Byzantium berhasil mematahkan serangan mujahidin walaupun mereka bersungguh-sungguh melancarkan serangan demi serangan. Kegagalan tersebut menyebabkan Sultan mengganti Palta Oglu dengan Hamzah Pasha.

Kegagalan serangan tersebut telah memberikan kekhawatiran kepada tentara Utsmaniyah. Khalil Pasha yang merupakan wazir/perdana menteri ketika itu mencoba membujuk Sultan supaya membatalkan serangan serta menerima saja perjanjian penduduk Konstantinopel untuk tunduk kepada Daulah Utsmaniyah tanpa menaklukannya. Saran itu ditolak mentah-mentah oleh Sultan. Kini tinggal memikirkan cara supaya armada laut Turki Utsmani bisa melewati Tanduk Emas.

Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat Tanduk Emas yang sudah dirantai. Sampai akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dikemukakan namun akhirnya dilakukan. Ide tersebut adalah memindahkan kapal-kapal perang yang berada di perairan selat bosphorus ditarik melalui darat untuk menghindari rantai penghalang. Hanya dalam semalam 70-an kapal bisa memasuki wilayah perairan Tanduk Emas (Golden Horn) melalui jalur darat yang memiliki perbukitan yang tinggi dan terjal. Cara yang dipakai untuk memindahkan kapal-kapal tersebut adalah dengan menggunakan 2 buah gelondongan kayu yang diapit menjadi satu sehingga bagian bawah kapal yang lebih lancip bisa melewati celah antara gelondongan, untuk mempermudahnya kayu-kayu diolesi minyak sehingga licin. Susunan kayu-kayu itu membentuk jalur yang menghubungkan 2 laut yang berbeda.

Pada Subuh pagi tanggal 22 April, penduduk kota yang lelap itu terbangun dengan suara pekik takbir tentara Islam yang menggema di perairan Tanduk Emas. Orang-orang di konstantinopel gempar, tak seorangpun yang percaya atas apa yang telah terjadi. Tidak ada yang dapat membayangkan bagaimana semua itu bisa terjadi hanya dalam semalam. Bahkan ada yang menyangka bahwa tentara Utsmaniyah mendapat bantuan jin dan setan.

Yilmaz Oztuna di dalam bukunya Osmanli Tarihi menceritakan salah seorang ahli sejarah tentang Byzantium mengatakan:

“Kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang dilakukan oleh Alexander yang Agung.”

Dengan posisi tentara Islam yang semakin kuat, Sultan Muhammad II melancarkan serangan besar-besaran ke benteng terakhir Konstantinopel. Tembakan meriam yang telah mengkaramkan sebuah kapal dagang di Tanduk Emas, menyebabkan tentara Eropa yang lain lari ketakutan. Mereka telah meninggalkan pertempuran melalui kota Galata. Semenjak keberhasilan kapal mujahidin memasuki perairan Tanduk Emas, serangan dilancarkan siang dan malam tanpa henti.

Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" yang menggema di segala penjuru Konstantinopel telah memberikan serangan psikologis kepada penduduk kota itu. Semangat mereka terus luntur dengan ancaman demi ancaman dari pekikan takbir mujahiddin. Ketika ribut yang belum juga reda, penduduk Konstantinopel menyadari bahwa tentara Islam telah membuat terowongan untuk masuk ke dalam pusat kota. Ketakutan melanda penduduk sehingga mereka curiga dengan bunyi tapak kaki sendiri. Kalau-kalau tentara Turki Utsmani "keluar" dari dalam bumi.

Sultan Muhammad II yakin bahwa kemenangan semakin tiba, mendorong beliau untuk terus berusaha agar Constantine XI Paleologus menyerah kalah tanpa terus membiarkan kota itu musnah akibat gempuran meriam. Sekali lagi Sultan mengirim utusan meminta Constantine XI Paleologus agar menyerahkan Konstantinopel secara damai. Lalu Constantine XI Paleologus berunding dengan para menterinya. Ada yang menyarankan supaya mereka menyerah kalah dan ada pula yang ingin bertahan sampai akhir. Akhirnya dia setuju dengan pandangan kedua kemudian mengirimkan balasan:

"... syukur kepada Tuhan karena Sultan memberikan keamanan dan bersedia menerima pembayaran jizyah. Akan tetapi Constantine bersumpah untuk terus bertahan hingga akhir hayatnya demi takhta... atau mati dan dikuburkan di kota ini!".

Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad II bersama tentaranya meluruskan niat dan membersihkan diri di hadapan Allah SWT. Mereka memperbanyak sholat, doa dan zikir dengan harapan Allah SWT memudahkan kemenangan. Para ulama juga memeriksa barisan tentara sambil memberi semangat kepada para mujahidin. Mereka diingatkan tentang kelebihan jihad dan syahid serta kemuliaan para syuhada terdahulu khususnya Abu Ayyub Al-Ansari r.a.

"...Sesungguhnya apabila Rasulullah SAW tiba di Madinah ketika kemenangan hijrah, Baginda telah pergi ke rumah Abu Ayyub Al-Ansari. Sesungguhnya Abu Ayyub pun telah datang (ke Konstantinopel) dan berada di sini!" Kata-kata inilah yang membakar semangat tentara islam hingga ke puncaknya.

Pada saat yang sama, penduduk Konstantinopel berdoa dirumah dan gereja-gereja mereka dengan khidmat berharap Tuhan menolong mereka.

Tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Ula 857 H / 29 Mei 1453 M, serangan umum dilancarkan. Sebelum penyerangan umum Sultan Muhammad II memberikan pidato kepada tentara Islam :

“... Jika penaklukan kota Konstantinopel berhasil, maka sabda Rasulullah SAW telah menjadi kenyataan dan salah satu dari mukjizatnya telah terbukti, maka kita akan mendapatkan bagian dari apa yang telah menjadi janji dari hadits ini, yang berupa kemuliaan dan penghargaan. Oleh karena itu, sampaikanlah pada para pasukan satu persatu, bahwa kemenangan besar yang akan kita capai ini, akan menambah ketinggian dan kemuliaan Islam. Untuk itu, wajib bagi setiap pasukan, menjadikan syariat selalu didepan matanya dan jangan sampai ada diantara mereka yang melanggar syariat yang mulia ini. Hendaknya mereka tidak mengusik tempat-tempat peribadatan dan gereja-gereja. Hendaknya mereka jangan mengganggu para pendeta dan orang-orang lemah tak berdaya yang tidak ikut terjun dalam pertempuran.”

Sabda Rasulullah: "Bukan kamu yang akan menaklukan Konstantinopel, tetapi anak dan cucu-mu lah yang akan mengalahkan Konstantinopel."

Diiringi hujan panah, tentara Turki Utsmani maju dalam tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian Army di lapis kedua dan terakhir pasukan khusus Janissari. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Penduduk Konstantinopel telah berada di puncak ketakutan mereka pagi itu. Mujahidin yang memang menginginkan mati syahid, begitu berani maju menyerbu tentara Byzantium.

Tentara Islam akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka telah berhasil mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyah di puncak kota. Constantine XI Paleologus yang melihat kejadian itu melepas baju perang kerajaannya dan maju bertempur bersama pasukannya hingga menjadi martir dan tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri melarikan diri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.

Berita kematian Kaisar Byzantium itu menaikkan lagi semangat tentara Islam untuk terus menyerang. Namun sebaliknya, bagaikan pohon tercabut akar, tentara Byzantium menjadi tercerai berai mendengar berita kematian Rajanya.

Tepat pada hari Selasa tanggal 20 Jumadil Ula 857 H bertepatan tanggal 29 Mei 1453 M, Konstantinopel jatuh dan berhasil ditaklukan oleh para mujahiddin. Sultan Muhammad II kemudian turun dari kudanya dan memberi penghargaan pada pasukan dengan ucapannya: “Masya Allah, kalian telah menjadi orang-orang yang mampu menaklukkan konstantinopel yang telah Rasulullah kabarkan”, Setelah itu beliau sujud kepada Allah SWT di atas tanah, sebagai ungkapan syukur dan pujian serta bentuk kerendahan diri dihadapan-Nya.

Pada hari itu, mayoritas penduduk Konstantinopel bersembunyi di gereja-gereja sekitar kota. Sultan Muhammad II berpesan kepada tentaranya supaya berbuat baik kepada penduduk kota yang baru ditaklukkannya. Beliau kemudian menuju ke Gereja Aya Sophia yang ketika itu menjadi tempat perlindungan sejumlah besar penduduk kota. Ketakutan jelas terbayang di wajah masing-masing penduduk ketika beliau menghampiri pintu gereja. Salah seorang pendeta telah membuka pintu gereja, dan Sultan meminta beliau supaya menenangkan penduduk.

Setelah itu, Sultan Muhammad II meminta supaya gereja berkenan ditukar menjadi Masjid supaya Jumat pertama nanti bisa dipergunakan untuk sholat Jumat. Sementara gereja-gereja lainnya tetap seperti biasa. Para pekerja bertugas menanggalkan salib, patung dan menutupi gambar-gambar untuk tujuan sholat. Pada hari Jumat itu, Sultan Muhammad II bersama para muslimin telah mendirikan sholat Jumat di Masjid Aya Sophia. Khutbah yang pertama di Aya Sophia itu disampaikan oleh Asy-Syeikh Ak Semsettin. Nama Konstantinopel kemudian diganti menjadi "Islam Bol/Islambul", yang berarti "Kota Islam" dan kemudian dijadikan sebagai ibu kota ketiga Khilafah Usmaniyyah setelah Bursa dan Edirne .

Atas jasanya tersebut Sultan Muhammad II diberi gelar Al-Fatih (penakluk), sehingga beliau sering dipanggil Sultan Muhammad Al-Fatih. Pertempuran memperebutkan Konstantinopel berlangsung dari tanggal 6 April s/d 29 Mei 1453 M, atau memakan waktu hampir 2 bulan lamanya.

Sekian lah posting saya tentang peperangan Konstantinopel yang di menangkan oleh Islam.. Jika kita yakin dan selalu bersungguh maka akan bisa tercapai seperti Islam yang sudah berkali kali menggempur konstantinopel dan di masa Sultan Muhammad II berhasil menaklukkannya.
Read More

3 Peracik Strategi Terbaik

 Image result for zhuge liang, Zhou Yu dan sima yi
 Kali ini saya akan memposting masih tentang Dynasty Warriors atau Three Kingdoms.. Tapi kali ini saya akan memposting tentang perbedaan dari 3 Tokoh dari berbeda Kerajaan yang Ahli dalam meracik strategi.. 
Mereka itu adalah Zhuge Liang dari Shu, Zhou Yu dari Wu dan Sima Yi dari Wei..
Yang paling terkenal disini jelas Zhuge Liang ya dan dari ketiga ahli militer diatas, kemampuan yang paling ditakuti jelas Zhuge Liang, dia berhasil mengalahkan 2 kerajaan lain hanya dengan siasat pikirannya yang sama sekali tidak bisa diprediksi.

Kalau diliat dr cerita sejarahnya, bisa diliat karakter Zhuge Liang itu santai, easy going, selalu ceria dan selalu banyak akal. Kecuali di masa2 tuanya dmana dia yg mengurusi semua urusan kerajaan Shu Han setelah Liu Bei meninggal, dan keturunannya, Liu Chan tidak cakap menjadi kaisar, maka Zhuge Lliang yg mengambil alih kendali. Ia stress dan sakit, sampai muntah darah dan akhirnya meninggal di saat hendak berperang.


Zhou Yu dari kerajaan Wu, menyimpan iri hati dan dendam terhadap Zhuge Liang, meski saat mereka sedang beraliansi dalam perang Chi Bi ( Red Cliff ). Sebenernya Zhou Yu sadar kalau Zhuge liang itu jauh lebih cerdik dari dia sendiri. Ia takut kalau2 kepintaran Zhuge Liang suatu hari akan digunakan untuk menjatuhkan kerajaan Wu, makanya ia selalu berusaha menjebak dan membunuh Zhuge Liang, tapi sekali lagi, bukan Zhuge Liang namanya kalau bisa ditebak. Akhirnya Zhou Yu meninggal dengan kalimat terakhirnya " di dunia ini sudah ada Zhou Yu, buat apa ada Zhuge Liang lg? "


Sima Yi dari kerajaan Cao Wei adalah ahli militer terhebat yang bahkan kemampuannya setara dalam menghadapi strategi militer Zhuge Liang. Berbeda dengan Zhou Yu yang walaupun cerdik namun emosian, sombong, dan amarahnya gampang tersulut, Sima Yi sabar, berpikir panjang, dan tidak mudah terhasut. Sima Yi sadar bahwa kemampuan Zhuge Liang yang sudah tua sebenarnya di atas dirinya sendiri. Walaupun Zhuge Liang dan Sima Yi berada dalam kelompok yang berlawanan, tapi Sima Yi sangat menghormati Zhuge Liang, ia mengakui bahwa Zhuge Liang adalah ahli militer terhebat yang dimiliki dinasti Han.
Saat Zhuge Liang meninggal, baru Sima Yi menghancurkan kerajaan Shu Han dengan mudah.

Sekian Posting singkat saya tentang Perbedaan dari Ketiga Orang ahli meracik strategi. Zhuge Liang (Shu) , Zhou Yu (Wu) Sima Yi (Wei). Dan anda dapat meniru salah satu dari 3 orang jenius ini atau Langsung 3 nya.. Tapi jangan lupa di filter juga ya ;)
Read More

Pertempuran Tiga Kerajaan di Chibi

Battle of Chibi

Image result for kisah pertempuran chi bi
Kali ini saya akan memposting masih seperti posting sebelumnya yaitu tentang Dynasty Warriors atau 3 Kerajaan.. Tapi kali ini saya akan membahas pertempuran yang saya suka, yaitu Pertempuran Chibi.. Yang mengisi pertempuran yaitu ketiga kerajaan, Wei,Wu,Shu.. Pertempuran ini dimulai oleh Cao Cao.
Setelah Cao Cao menghabisi Yuan Shao di kancah Perang Guan Du (baca kisahnya di The Epoch Times edisi 189), ia berhasil mempersatukan wilayah utara dan manjadi kekuatan terbesar di Tiongkok kala itu.

Pada bulan ke tujuh tahun 208, Cao Cao memimpin pasukannya bergerak ke selatan dan berupaya menduduki Jing Zhou, dengan tujuan agar Sun Quan (baca: suen chüen, kelak menjadi penguasa kerajaan Wu) yang kala itu menguasai enam provinsi di wilayah bagian selatan sungai Yangtse, merasa keder dan bersedia takluk kepadanya.

Pada saat itu, kekuatan Cao Cao hampir tak tergoyahkan, tampaknya obsesi besarnya untuk mempersatukan seluruh wilayah Tiongkok bakal menjadi kenyataan. Namun bagaimanapun manusia berusaha, takdir Sang Pencipta-lah yang berlaku. Pasukan besar Cao Cao dengan kekuatan 150.000 prajurit ternyata berhasil dikalahkan sampai kocar-kacir, dan terusir kembali ke kampung halaman mereka di utara, oleh gabungan pasukan Sun Quan dan Liu Bei (baca: Liu Pei) yang hanya berjumlah 50.000 prajurit, di medan laga Chi Bi. Dan setelah Pertempuran Chi Bi itu, negeri Tiongkok terbagi menjadi tiga, dengan demikian ramalan Zhuge Liang (baca: chuke liang, penasehat andalan Liu Bei dalam kemiliteran) telah menjadi kenyataan.

* Liu Bei Kalah Perang di Chang Ban Bo

Pada bulan ke-8 tahun 207, Liu Biao penguasa Jing Zhou, wafat karena sakit. Liu Cong putera keduanya, dibujuk oleh Cai Mao (kerabat dari istri Liu Biao) untuk mengangkat diri sebagai pengganti penguasa Jing Zhou, namun Cai Mao lantaran takut terhadap pengaruh Cao Cao yang semakin besar, maka ia memaksa Liu Cong menyerah kepada Cao Cao tanpa berperang. Dan seiring menyerahnya Liu Cong, jatuhlah Jing Zhou ke tangan Cao Cao. Liu Bei (sepupu Liu Biao yang kelak menjadi penguasa kerajaan Shu) yang bertahan di kota Fan begitu mendengar kabar itu langsung mundur dari kota Fan menuju Jiang Ling (kini daerah provinsi Hu Bei Tengah-selatan).

Di Jiang Ling terdapat sejumlah besar bahan pangan dan persenjataan Liu Biao, tentunya Cao Cao mengkhawatirkan logistik tersebut, apabila itu dikuasai Liu Bei maka tentu akan semakin memperbesar kekuatannya. Maka ia pun memimpin sendiri 5.000 pasukan elit kavaleri melakukan pengejaran yang dapat menempuh jarak 300 Li (sekitar 150 km) dalam sehari semalam. Kemudian di daerah Chang Ban (kini di daerah timur laut Dang Yang – provinsi Hu Bei), Cao Cao berhasil mengalahkan Liu Bei dan menduduki Jiang Ling, inilah perang di lereng Chang Ban yang terkenal. Liu Bei terpaksa mundur bersama saudara angkatnya Zhang Fei dan jenderal setianya Zhao Yun untuk kembali bergabung dengan Guan Yu, saudara angkat lainnya, dan sang penasehat Zhuge Liang, lalu mereka bertahan di Fan Kou.

Sesudah Liu Bei kalah perang, Zhuge Liang mengusulkan bersekutu dengan Sun Quan yang menguasai Dong Wu (wilayah sebelah selatan sungai Yangtse-hilir kini) untuk melawan Cao Cao. Ketika itu pejabat tinggi dari pihak Dong Wu, Lu Su kebetulan juga mengusulkan bergabung dengan kekuatan Liu Bei, itulah mengapa setelah Cao Cao menguasai Jing Zhou, Sun Quan mengutus Lu Su berunding dengan Liu Bei, dan berharap kedua pasukan dapat bersekutu melawan Cao Cao.

Selain Lu Su yang mendukung perang melawan Cao Cao, kala itu di internal pihak Dong Wu juga terdapat suara pro-kontra yang keras.  Zhang Zhao birokrat bangsawan, sangat ketakutan jika pasukan mereka kalah, maka kehidupan tentramnya akan terganggu, iapun mengusulkan agar mereka menyerah saja kepada Cao Cao sedini mungkin, agar masih memiliki "modal" untuk melakukan tawar menawar.

Sun Quan sendiri menjadi bimbang dan ragu. Di satu pihak ia tidak terima 100.000 prajuritnya bakal di bawah perintah Cao Cao, di sisi lain ia juga gentar terhadap kekuatan militer Cao Cao, dan khawatir tidak sanggup menandinginya.

* Persekutuan Sun dan Liu Melawan Cao Cao


Pada saat Sun Quan dalam bimbang dan ragu, datanglah Zhuge Liang menemui Sun Quan di Dong Wu. Agar Sun Quan lebih teguh dalam mengambil keputusan melawan Cao Cao, maka ia menyiasiatinya dengan metode kejutan rangsangan. Begitu melihat Sun Quan, ia langsung saja menasehati Sun Quan agar menyerah kepada Cao Cao. Sun Quan balik bertanya kepada Zhuge Liang: "Junjungan Anda, mengapa tidak menyerah?" Zhuge Liang menjawab: "Majikan saya adalah ksatria zaman sekarang, bagaimana mungkin mau menyerah kepada Cao Cao?" Sun Quan menganggap Zhuge Liang menghinanya, dan ia pun langsung meninggalkan tamunya itu dan masuk ke dalam rumah, dengan jengkel mengibaskan kedua lengan bajunya yang panjang itu.

Lu Su mengetahui Zhuge Liang sengaja memancing amarah Sun, iapun bergegas mengejarnya sampai memasuki ruang dalam dan berkata kepada Sun Quan: "Zhuge Liang memiliki jurus pamungkas terhadap Cao Cao, maka sengaja melontarkan kata2 itu untuk merangsang Anda". Sun seketika tercerahkan, dengan segera keluar dari ruang dalam, meminta maaf kepada Zhuge Liang dan memohon petunjuk strategi jitu.

Maka Zhuge Liang membeberkan analisanya tentang situasi kala itu kepada Sun Quan. Ia menggaris-bawahi meski Cao Cao unggul dalam jumlah pasukan, namun kondisi perang yang berkepanjangan dan perjalanan yang jauh, diumpamakan bagai busur yang segera kehilangan kelenturannya. Pasukan Cao Cao yang berasal dari daerah utara, ditambah dengan suasana hati masyarakat Jing Zhou yang baru saja ditaklukkan, maka tak ada yang perlu ditakuti, asalkan Sun dan Liu bersatu-padu tanpa adanya pengkhianatan, pasti bisa mengalahkan Cao Cao.

Usulan Zhuge Liang menggerakkan hati Sun Quan, maka dipanggillah Zhou Yu, panglima pasukan air dari Po Yang (kini di daerah propinsi Jiang Xi), untuk merembukkan strategi besar.

Zhou Yu mendukung usulan Zhuge Liang dan Lu Su, selain itu ia juga menunjuk pasukan Cao Cao yang berasal dari Tionggoan (pusat kebudayaan dan geografis Tiongkok) yang diisukan memiliki 800.000 prajurit, pada kenyataannya hanya berjumlah tidak lebih dari 150.000 prajurit, ditambah lagi kondisi mereka sudah sangat kelelahan. Sun Quan demi memperkuat tekad persekutuannya dengan Liu dalam melawan Cao Cao, maka ia di tempat pertemuan tersebut menghunus keluar pedangnya, dan menebas putus sudut meja sambil berteriak: "Siapapun yang tidak menyetujui perang melawan Cao Cao, nasibnya akan sama dengan meja ini." Alhasil Sun Quan mengangkat Zhou Yu dan Cheng Pu sebagai panglima sayap kiri dan sayap kanan, dilengkapi dengan 30.000 pasukan elit, menyusuri sungai hingga Xia Kou untuk bergabung dengan pasukan Liu Bei yang berjumlah 20.000 orang lebih untuk bersatu melawan Cao Cao.

Pada bulan ke 10 tahun 208, pasukan gabungan Sun-Liu bergerak melawan arus sungai Yangtse ke arah barat dan bertemu dengan pasukan Cao Cao yang mengikuti arus di Chi Bi (Karang merah - selama ini terdapat beberapa teori dan pada umumnya lokasi tersebut diperkirakan berada di daerah barat laut Bu Yin propinsi Hu Bei kini, di pantai selatan sungai Yangtse), kedua pasukan itu saling serang, pada awalnya pasukan Cao Cao sempat terdesak, pasukan perintis mereka dikalahkan oleh tentara sekutu dan mundur ke Wu Lin yang terletak di pantai utara sungai Yangtse (kini di timur laut Hong Hu propinsi Hu Bei), kedua pihak berkonfrontasi dari kedua sisi sungai.

* Cao Cao Kalah, Tiongkok Terbagi Tiga

Tak lama kemudian, pasukan Cao Cao terjangkiti wabah penyakit, mereka yang berasal dari utara hanya mahir bertempur dari atas kuda. Sungai yang berombak dan kehidupan serba goyang di atas kapal, membuat pasukan Cao Cao tidur tak nyenyak makan tak selera; maka Cao Cao memerintahkan ratusan kapal perang me-reka dihubungkan satu sama lain dengan rantai besi yang pada ujungnya digembok untuk meredam ayunan ombak dan terpaan angin, agar lebih stabil.

Huang Gai salah seorang jenderal Zhou Yu, setelah mengetahui Cao Cao merangkai armada kapal mereka dengan rantai, maka mengusulkan siasat serangan api untuk mengalahkan pasukan musuh. Usul tersebut sejalan dengan pikiran Zhou Yu, maka dipilihlah "Menyerang dengan api, setelah kalut dihantam."

Bagaimana caranya serangan api? Harus merapat mendekati armada lawan baru dijamin berhasil, maka Zhou Yu merancang sebuah siasat dan dirundingkan secara rahasia dengan Huang Gai yakni Huang Gai seolah menyerah kepada Cao Cao. Agar Cao Cao percaya, Zhou Yu menggunakan "Siasat penyiksaan badan", yakni memukuli Huang Gai sampai badannya memar dan berdarah, kemudian Huang Gai mengirim surat tanda menyerah kepada Cao Cao. Anekdot populer "Zhou Yu memukul Huang Gai, yang satu rela memukul, yang lainnya rela dipukul" berasal dari kejadian tersebut.

"Siasat Penyiksaan Badan" oleh Huang Gai ternyata ampuh. Cao Cao tidak tahu kalau itu siasat belaka, hingga tiba hari pertemuan yang telah disepakati, Huang Gai membawa 10 buah kapal bermuatan penuh terisi rumput ilalang kering dan minyak, yang di bagian luarnya ditutupi dengan kain dan dikibarkan bendara tanda menyerah, melaju mengikuti arus angin ke arah armada Cao Cao. Bersamaan dengan itu Huang Gai mempersiapkan kapal cepat yang digantung di bagian belakang "Kapal kapitulasi", agar setelah membakar dapat dengan segera meloloskan diri. Ketika jarak dengan armada Cao Cao semakin dekat, Huang Gai memerintahkan setiap kapal untuk menyulut kapal masing-ma-sing.

Saat itu kebetulan sedang berhembus angin tenggara, armada Huang mengikuti arah angin sehingga kapal meluncur "secepat angin". Lantaran kapal-kapal perang yang saling terhubung dan terkunci serta saling mengekang satu sama lain itu lamban dalam gerak maju atau mundur, hanya mampu bergerak dengan kecepatan rendah, selain itu rantai dan gembok juga tak dapat dilepas dengan cepat, dengan api yang semakin mengganas di armada tersebut, dalam sekejap saja, armada Cao Cao menjadi lautan api, bahkan ikut pula membakar markas yang berada di daratan. Para prajurit dan kuda pasukan Cao Cao banyak yang mati tenggelam atau terpanggang, dan Cao Cao mengalami kerugian yang amat berat.

Kemudian armada utama pasukan sekutu Sun-Liu pada kesempatan tersebut menyeberangi sungai menerjang ke arah utara menyerbu pasukan Cao Cao yang telah mengalami kekalahan besar. Pasukan Cao Cao yang tersisa, menyusuri jalan setapak di propinsi Hu Bei dan mundur ke arah Jiang Ling. Ditambah dengan wabah penyakit dan kelaparan, pasukan Cao Cao mengalami kerugian separo. Cao Cao yang telah malang melintang di medan tempur selama 20 tahun belum pernah mengalami kekalahan separah ini.

Pasca perang Chi Bi, Cao Cao mundur ke utara, tidak lagi memiliki kekuatan invasi ke selatan. Liu Bei menempatkan tentaranya di Jing Zhou dan di bawah rencana strategi Zhuge Liang, berturut-turut ia menduduki empat provinsi, kemudian memperoleh pinjaman wilayah dari Sun Quan di Nan Jun, dan ia menduduki sebagian besar provinsi Jing Zhou. Pada 211 – 214, Liu Bei mengalahkan Liu Zhang (putra Liu Biao) dan menduduki Yi Zhou. Sun Quan masih terus mengontrol Jiang Dong (wilayah selatan hilir sungai Yangtse), dengan demikian terwujudnya situasi tiga Negara telah menjadi kenyataan.

Sekian lah posting saya tentang Pertempuran Chi bi atau Battle of Chibi. Dalam pertempuran banyak yang dapat kita ambil sebagai hikmah.. seperti kita tidak boleh sombong, sebelum berperang kita harus mempersiapkan dengan matang dan kita harus bisa memegang janji kita.
 Dan Pertempuran ini juga dijadikan Film, yaitu Film Red Cliff

Image result for kisah pertempuran chi bi
Read More
 Zhuge Liang

Image result for zhuge liang


Kali ini saya akan memposting Tidak jauh dari posting saya sebelumnya ini, yaitu tentang Dynasty Warriors atau tiga kingdom.. Tetapi yang akan saya bahas adalah tentang tokoh favorit saya.. Tokoh yang hebat dalam meracik strategi dan Ahli menentukan alam.. Dia adalah Zhuge Liang. Perdana Menteri kerajaan Shu.
    Zhuge Liang dilahirkan di Yangdu, Langya Commandery (sekarang Yinan County, Shandong). Dia menjadi yatim piatu pada usia dini, dan dibesarkan oleh pamannya, Zhuge Xuan Dia mengikuti pamannya tinggal di Jing Propinsi bawah Liu Biao kemudian. Setelah pamannya meninggal, Zhuge Liang dan saudara-saudaranya menetap di Wolonggang (di masa kini-hari Henan) untuk sepuluh tahun mendatang atau lebih, hidup sederhana - pertanian di siang hari dan belajar di malam. dua kakak perempuan Zhuge Liang menikah dengan anggota klan yang berpengaruh dengan koneksi yang kuat di wilayah tersebut.

Zhuge Liang menikmati membaca Liangfu Yin (梁 父 吟), sebuah lagu rakyat yang populer di Shandong, tempat kelahirannya. Dia juga suka membandingkan dirinya untuk Guan Zhong dan Yue Yi, dua tokoh-tokoh sejarah terkenal. Ia mengembangkan persahabatan yang erat dengan anggota sastrawan lokal, seperti Xu Shu, Cui Zhouping, Meng Jian dan Shi Tao. Zhuge Liang juga mempertahankan hubungan dekat dengan para intelektual terkenal lainnya, seperti Sima Hui, Pang Degong dan Huang Chengyan. Huang Chengyan pernah berkata kepada Zhuge Liang, "Saya mendengar bahwa Anda sedang mencari pasangan, aku mempunyai seorang putri yang tidak cantik dengan wajah kuning dan kulit gelap, tapi bakatnya setara denganmu.." Zhuge Liang setuju dan menikahi putri Huang Chengyan.

Menjadi pegawai Liu Bei:


Pada saat itu, Liu Bei tinggal di Xin Ye saat dia berlindung di bawah Gubernur Provinsi Jing, Liu Biao. Liu Bei mengunjungi Sima Hui, yang mengatakan kepadanya, "Akademis Konghucu dan cendekiawan umum, berapa banyak yang mereka ketahui tentang urusan saat ini? Mereka yang menganalisis urusan saat ini dengan baik adalah Crouching Dragon dan Young Phoenix." Xu Shu juga merekomendasikan Zhuge Liang kepada Liu Bei, dan Liu ingin meminta Xu untuk mengundang Zhuge untuk bertemu dengannya. Namun, Xu Shu menjawab, "Anda harus mengunjungi orang ini secara pribadi. Ia tidak dapat diundang untuk bertemu Anda." Liu Bei berhasil merekrut Zhuge Liang di 207 setelah melakukan tiga kunjungan pribadi. Zhuge Liang menyajikan rencana Longzhong (Tiga kerajaan) kepada Liu Bei dan keluar dari kediamannya untuk mengikuti Liu. Setelah itu, Liu Bei menjadi sangat dekat dengan Zhuge Liang dan sering melakukan diskusi dengan dia. Guan Yu dan Zhang Fei tidak puas dan mengeluh. Liu Bei menjelaskan, "Sekarang aku sudah memiliki Kongming (nama style Zhuge Liang), itu hanya seperti ikan masuk ke air yang saya harap kalian berdua berhenti membuat pernyataan yang tidak menyenangkan.." Guan Yu dan Zhang Fei kemudian berhenti mengeluh.

Sebagai seorang Utusan:

Pada 208, Liu Biao meninggal dan digantikan oleh putranya yang paling kecil, Liu Cong, yang menyerahkan propinsi Jing kepada Cao Cao. Ketika Liu Bei mendengar Liu Cong menyerah, ia memimpin para pengikutnya (baik tentara dan warga sipil) pada sebuah eksodus selatan menuju Xiakou, bertemu dengan pasukan Cao Cao dalam pertempuran singkat pada Pertempuran Changban. Sementara di Xiakou, Liu Bei mengirim Zhuge Liang untuk mengikuti Lu Su untuk Jiangdong untuk membahas pembentukan aliansi antara dia dan Sun Quan.

Zhuge Liang bertemu dengan Sun Quan dalam Chaisang dan mengusulkan dua solusi untuk Sun, "Jika Anda dapat menggunakan kekuatan Wuyue untuk melawan Kerajaan Tengah, mengapa tidak memutuskan hubungan (dengan Cao Cao) terlebih dahulu? Jika Anda tidak dapat menentang, mengapa tidak demobilisasi tentara, membuang persenjataan dan menyerah ke utara?" Setelah penasihat Sun Quan, Zhou Yu, menganalisis situasi dan menunjukkan kelemahan dalam tentara Cao Cao, Sun akhirnya sepakat untuk bersekutu dengan Liu Bei dalam melawan Cao. Zhuge Liang kembali ke perkemahan Liu Bei dengan utusan Sun Quan, Lu Su, untuk membuat persiapan untuk perang mendatang.

Sebagai Petugas Logistik

Pada akhir 208, tentara sekutu Liu Bei dan Sun Quan memperoleh kemenangan atas pasukan Cao Cao pada Pertempuran Red Cliffs. Cao Cao mundur ke Ye, sementara Liu Bei melanjutkan untuk menaklukkan wilayah di Jiangnan, yang meliputi sebagian besar selatan Jing Propinsi. Zhuge Liang diangkat "Military Advisor General of the Household" (军师 中郎将). Dia ditugaskan mengatur Lingling (sekarang Yongzhou, Hunan), Guiyang dan markas Changsha dan mengumpulkan pajak untuk mendanai militer.

Pada 211, Liu Zhang, gubernur Provinsi Yi (sekarang meliputi Sichuan basin), meminta bantuan dari Liu Bei menyerang Zhang Lu dari Hanzhong. Liu Bei meninggalkan Zhuge Liang, Guan Yu, Zhang Fei dan lain-lain yang bertanggung jawab dari Jing Propinsi sementara dia memimpin pasukan ke Sichuan. Liu Bei segera menyetujui usulan Liu Zhang, namun diam-diam merencanakan untuk pengambilalihan tanah Liu Zhang. Tahun berikutnya, Liu Zhang mengetahui niat Liu Bei, dan keduanya berbalik bermusuhan dan mengobarkan perang satu sama lain. Zhuge Liang, Zhang Fei dan Zhao Yun memimpin pasukan terpisah untuk memperkuat Liu Bei dalam serangan terhadap ibukota Liu Zhang, Chengdu, sedangkan Guan Yu tetap tinggal untuk menjaga Jing Propinsi. Pada 214, Liu Zhang menyerah dan Liu Bei menguasai Yi Propinsi.

Liu Bei mengangkat Zhuge Liang menjadi "Penasehat Militer" (军师 将军) dan membiarkan dia mengurus urusan kantor pribadinya (office of the General of the Left (左 将军)). Setiap kali Liu Bei memulai kampanye militer, Zhuge Liang tetap tinggal untuk menjaga Chengdu dan menjamin aliran pasokan pasukan dan ketentuan. Pada 221, dalam menanggapi perebutan tahta Kaisar Xian oleh Cao Pi, bawahan Liu Bei menasehatinya untuk menyatakan dirinya kaisar. Setelah awalnya menolak, Liu Bei akhirnya dibujuk oleh Zhuge Liang untuk melakukannya dan menjadi penguasa Shu Han. Liu Bei mengangkat Zhuge Liang sebagai Perdana Menteri dan memberikan kepadanya tanggung jawab dari lembaga kekaisaran dimana Zhuge menjalankan fungsi sebagai Imperial Secretariat. Zhuge Liang diangkat "Director of Retainers" (司隶 校尉) setelah kematian Zhang Fei.

Menjadi Penasihat Liu Shan:

Pada musim semi tahun 222, Liu Bei mundur ke Yong'an (sekarang Fengjie County, Chongqing) setelah kekalahannya pada Pertempuran Xiaoting dan menjadi sakit parah. Dia memanggil Zhuge Liang dari Chengdu dan berkata kepadanya, "Kau sepuluh kali lebih berbakat dari Cao Pi, mampu dengan baik mengamankan negara dan menyelesaikan misi besar kita Kalau anak saya bisa dibantu, bantulah dia.. Jika ia terbukti tidak kompeten , maka Anda dapat mengambil alih takhta." Zhuge Liang menjawab sambil menangis," Saya akan melakukan yang terbaik dan melayani dengan kesetiaan tak tergoyahkan sampai mati. " Liu Bei kemudian memerintahkan putranya, Liu Shan, untuk mengatur negara urusan bersama-sama dengan Zhuge Liang dan menganggap Zhuge seperti ayahnya.

As a regent

Setelah kematian Liu Bei, Liu Shan naik ke tahta Shu Han. Dia memberikan Zhuge Liang pangkat sebagai "Marquis Wu" (武 乡侯) dan menciptakan sebuah kantor untuknya. Tidak lama kemudian, Zhuge Liang ditunjuk sebagai Gubernur Provinsi Yi dan bertanggung jawab atas semua urusan negara. Pada saat yang sama, beberapa kota di Nanzhong memberontak melawan Shu, namun Zhuge Liang tidak mengirim pasukan untuk menekan pemberontakan karena kematian Liu Bei baru saja terjadi. Dia mengirim Deng Zhi dan Chen Zhen untuk membuat perdamaian dengan Wu dan kembali memasuki aliansi dengan Wu. Zhuge Liang secara konsisten akan mengirimkan utusan ke Wu untuk meningkatkan hubungan diplomatik antara kedua negara.

Ekspedisi ke Selatan

Selama pemerintahannya sebagai regent, Zhuge Liang menetapkan tujuan Shu untuk merestorasi Dinasti Han, yang dari sudut pandang Shu, telah dirampas oleh Cao Wei. Dia merasa bahwa dalam rangka untuk menyerang Wei, suatu penyatuan lengkap Shu pertama yang dibutuhkan. Zhuge Liang khawatir bahwa suku lokal akan bekerja dengan suku-suku Nanman di Nanzhong ke tahap revolusi. Khawatir kemungkinan bahwa para petani akan memberontak dan menekan ke dalam daerah sekitar ibukota Chengdu sementara ia menyerang Wei di utara, Zhuge Liang memutuskan untuk menenangkan suku-suku selatan terlebih dahulu.

Pada musim semi 225, klan regional termasuk Yong, Gao, Zhu, dan Meng telah menguasai beberapa kota di selatan, sehingga Zhuge Liang memimpin pasukan ekspedisi untuk Nanzhong. Ma Su mengusulkan bahwa mereka harus berusaha untuk memenangkan hati Nanman dan menggalang dukungan mereka daripada menggunakan kekuatan militer untuk menundukkan mereka. Zhuge Liang memperhatikan saran Ma Su dan mengalahkan pemimpin pemberontak, Meng Huo, di tujuh kesempatan yang berbeda. Dia membebaskan Meng Huo setiap kali untuk benar-benar menaklukan Meng. Perhatikan bahwa cerita tentang Meng Huo dan penangkapannya ditolak sebagai referensi historis yang dapat diandalkan dan akurat oleh mayoritas akademik, termasuk sejarawan seperti Miao Yue, Tan Liangxiao, dan Zhang Hualan.

Menyadari ia tidak punya kesempatan untuk menang, Meng Huo berjanji setia kepada Shu, dan diangkat oleh Zhuge Liang sebagai gubernur wilayah untuk menjaga kedamaian rakyat dan mengamankan perbatasan selatan Shu. Hal ini akan memastikan bahwa masa depan akan Ekspedisi Utara melanjutkan tanpa gangguan internal. persediaan dan sumber daya berlimpah yang diperoleh dari Nanzhong digunakan untuk mendanai militer Shu dan negara tersebut menjadi lebih sejahtera.

Ekspedisi ke Utara dan kematian
Setelah menenangkan Nanman, Zhuge Liang Shu memerintahkan militer untuk membuat persiapan untuk melakukan serangan skala besar terhadap negara pesaing, Wei. Pada 227, sementara di Hanzhong, ia menulis sebuah memorial, berjudul Chu Shi Biao, kepada Liu Shan, menyatakan alasan nya untuk ekspedisie dan memberi nasihat kepada kaisar untuk menjaga pemerintahan yang baik. Dari 228 sampai kematiannya pada 234, Zhuge Liang meluncurkan total lima Ekspedisi ke Utara melawan Wei, semua kecuali satu yang gagal. Satu-satunya keuntungan permanen dengan Shu adalah penaklukan Wudhu dan prefektur Yinping, serta relokasi warga Wei untuk Shu pada beberapa kesempatan. Namun, dibalik kekalahannya tentara Zhuge Liang tidak pernah menderita korban lebih dari 5% dari kekuatan total. Dan sumber daya yang dialokasikan ke dalam militer mencukupi (dengan asumsi Shu puncaknya di 200.000 kekuatan militer.)

Selama Ekspedisi ke Utara yang pertama, Zhuge Liang membujuk Jiang Wei, seorang perwira muda militer Wei, untuk menyerah dan mengabdi kepadanya. Jiang Wei menjadi seorang jenderal terkemuka Shu kemudian dan mewarisi cita-cita Zhuge Liang. Pada akhir 234, Zhuge Liang dan Sima Yi (komandan Wei) menemui sebuah jalan buntu pada Pertempuran Wuzhang. Zhuge Liang jatuh sakit parah dan akhirnya meninggal di kamp pada usia 53. Sebelum kematiannya, Zhuge Liang merekomendasikan Jiang Wan dan Fei Yi untuk menggantikannya sebagai bupati Shu. Dia dimakamkan di Gunung Dingjun sesuai dengan keinginannya dan dianugerahi gelar anumerta "Loyal and Martial Marquis" (忠 武侯) oleh Liu Shan.

Itulah kisah dari Zhuge Liang.. Sang ahli peracik strategi yang menghabiskan hidupnya dengan tetap setia..
Semoga Postin saya kali ini dapat bermanfaat bagi anda sekalian :)
Read More

11 March 2015

NYATA!! Inilah Sejarah Dynasty Warriors.

Dynasty Warriors / 3 Kerajaan

Image result for dynasty warriors logo

Kali ini saya akan memposting tentang Sejarah dari Game yang keren dan Seru yaitu Dynasty Warriors.. Game tersebut adalah nyata karena diambil dari sejarah Cina yang lebih tepatnnya waktu "Tiga Kerajaan".
Zaman Tiga Kerajaan adalah sebuah zaman di penghujung Dinasti Han di mana Cina terpecah menjadi tiga negara yang saling bermusuhan.
Timeline :
192 - Dong Zhuo dieksekusi

200 - Pertempuran Guan Du

208 - Pertempuran Karang Merah

220 - Cao Pi menyatakan dirinya Kaisar dengan nama rezim Wei, dan menjatuhkan Han sepenuhnya

221 - Liu Bei naik tahta dan menamakan rezimnya Shu Han

229 - Sun Quan naik tahta dan menamakan rezimnya Wu

263 - Wei mengalahkan Shu Han

265 - Sima Yan merebut kekuasaan Wei dan mengganti gelar kerajaan menjadi Jin

280 - Jin mengalahkan Wu dan menguasai China

A. Kebangkitan Cao Cao

Negara mulai memasuki periode pertempuran antar tuan tanah.Sepeninggal Dong Zhuo, Yuan Shaomemegang kekuatan militer yang kuat di utara. Kekuatan lainnya, Cao Cao bertempur dengannya dan berhasil menang dengan gemilang di Guan Du dan menjadi penguasa dataran tengah ( ibu kota ) dan utara. Cao Cao pun mengangkat dirinya sebagai perdana menteri dan mengendalikan seluruh negeri.

B. Pertempuran Karang Merah

Cao Cao yang ingin segera menyatukan negeri, akhirnya mempersiapkan diri untuk menyerang daerah selatan yang dipimpin oleh Sun Quan. Sun Quan pun memutuskan untuk beraliansi dengan Liu Bei. Pada tahun 208, ketiga kekuatan beradu di Chi Bi ( Karang Merah ). Pasukan Cao Cao yang berjumlah 10 kali lipat melawan tentara Liu Bei dan Sun Quan di pertempuran air. Berkat taktik yang cerdik, yaitu menipu Cao Cao untuk mengikat kapalnya menjadi satu kesatuan, dan mengirim Huang Gai yang pura - pura berkhianat, Zhou Yu ( penasehat Sun Quan ) dan Zhuge Liang ( penasehat Liu Bei berhasil mengirim kapal dengan bahan peledak membakar seluruh kapal Cao Cao. Cao Cao pun lari kembali ke wilayahnya, sementara Liu Bei melaju ke barat dan memperluas wilayahnya.Sun Quan pun melakukan hal yang sama. Kerangka dasar 3 kerajaan telah lahir

C. Tiga Kerajaan

Tahun 220, Cao Cao wafat, dan anaknya Cao Pi merebut tahta dinasti Han dan membentuk dinasti baru dengan nama Wei dan Luoyang sebagai ibukota. Setahun kemudian, Liu Bei memproklamirkan dirinya sebagai Kaisar di Chengdu. Tahun 229, Sun Quan mengangkat dirinya sebagai kasiar Wu di Jian Ye. Ketiga kekuatan terlibat dalam pertempuran yang berkepanjangan.

D. Akhir dari Shu

Setelah Liu Bei wafat, Liu Shan, anaknya yang tidak cakap naik tahta. Zhuge Liang, perdana menteri, mebaktikan seluruh hidupnya kepada negara dengan tidak henti - hentinya berekspedisi ke utara melawan Wei, meredakan pemberontakan, dan menjalin persahabatan kembali dengan Wu. Namun semua sia - sia karena dia wafat sebelum ekspedisi ke utara itu berhasil. Tanpa bimbingan dan pengawasan Zhuge Liang, Liu Shan pun menjadi larut dalam kesenangan dan tidak mempedulikan negara. Tahun 263, Wei menyerang, dan Liu Shan menyerah tanpa perlawanan. Shu pun berakhir

E. Kejatuhan Wei

Sima Yi dari Wei berasal dari keluarga pemikir dan ahli taktik yang terkenal. Dia memegang kekuasaan besar di Wei. Sepeninggal Cao Rui, Cao Fang naik tahta sebagai kaisar remaja. Cao Shuang dan Sima Yibertindak sebagai wakilnya. Tahun 249, Sima Yi melakukan kudeta dan membasmi Cao Shuang serta kelompoknya. Sejak saat ini, keluarga Sima memegang kekuasaan Wei, dan tahun 265, Sima Yan, cucu Sima Yi, mendesak kaisar terakhir Wei, Cao Huan untuk mundur, dan mengubah nama dinasti menjadi Jin.

F. Hancurnya Wu

Kaisar terakhir Wu, cucu dari Sun Quan, Sun Hao adalah penguasa yang kejam dan di bawah pemerintahannya, Wu merosot dengan cepat. Tahun 279, Sima Yan melancarkan serangan ke Wu, danSun Hao pun menyerah. Tiga kerajaan berakhir, dan China bersatu kembali di bawah bendera Jin.



Sekian lah yang dapat saya posting kali ini.. Jika teman-teman makin penasaran bisa memainkan game PS yang berjudul Dynasty Warriors. Yang terdiri dari DW1-8.. :)
Read More